TUGAS
TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH
TEKNOLOGI
PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT
RSUP Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA
Disusun
oleh:
Edwina
Rudyarti (08308144024)
JURUSAN
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Upaya untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat sebagai salah satu unsur kesejahteraanumum, besar artinya bagi
pengembangan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. MasyarakatIndonesia pada
masa yang akan datang diharapkan mampu memperoleh pelayanan kesehatanyang
bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan
setinggi-tingginya.Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan
inti kegiatan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif.
Kegiatan tersebut akan menimbulkan dampak positif dan negatif.
Dampak positif adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat,sedangkan
dampak negatifnya antara lain adalah sampah dan limbah medis maupun non
medisyang dapat menimbulkan penyakit dan pencemaran yang perlu perhatian
khusus. Oleh karenanya perlu upaya penyehatan lingkungan rumah sakit yang
bertujuan untuk melindungi masyarakatdan karyawan akan bahaya pencemaran
lingkungan yang bersumber dari sampah maupun limbahrumah sakit.Sampah atau
limbah rumah sakit dapat mengandung bahaya karena dapat bersifat
racun,infeksius dan juga radioaktif. Selain itu, karena kegiatan atau sifat
pelayanan yang diberikan,maka rumah sakit menjadi depot segala macam penyakit
yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber distribusi
penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan, dan dikunjungi olehorang-orang
yang rentan dan lemah terhadap penyakit.Pada tahun 1999, WHO melaporkan di
Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja kesehatanterinfeksi HIV, 2 di antaranya
menimpa petugas yang menangani limbah medis. Hal inimenunjukkan bahwa perlunya
pengelolaan limbah yang baik tidak hanya pada limbah medistajam tetapi meliputi
limbah rumah sakit secara keseluruhan. Namun, berdasarkan hasil
Rapid Assessment tahun 2002 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL
Direktorat Penyediaan Air danSanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten
dan Kota, menyebutkan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah
sakit yang ada, yang memiliki insinerator baru 49% dan yangmemiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut kualitaslimbah
cair yang telah melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat baru mencapai
52% .
Hasil dari kualitas pengolahan limbah
cair tidak terlepas dari dukungan pengelolaanlimbah cairnya. Suatu pengelolaan
limbah cair yang baik sangat dibutuhkan dalam mendukunghasil kualitas
effluent sehingga tidak melebihi syarat baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintahdan
tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan sekitar.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui upaya pengelolaan limbah cair di Rumah Sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Limbah cair
Adalah cairan yang dianggap tidak lagi
bermanfaat bagi pengguna dandibuang kembali ke lingkungan air. Secara umum ada
kegiatan yang menjadi sumber limbah cair yaitu antara lain kegiatan
penduduk di perkotaan/pedesaan (domestik), industri, pertanian, dan pertambangan.
Limbah cair domestik terdiri dari air limbah yang berasal dari perumahan
dan pusat perdagangan maupun perkantoran, hotel, rumah sakit,
tempat-tempat umum, lalulintas, dll.Limbah RS mengandung bermacam-macam
mikroorganisme bergantung pada jenis RS dantingkat pengolahannya sebelum
dibuang.Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak
mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat
membahayakan bagi kesehatanmasyarakat sekitar rumah sakit tersebut. Dari sekian
banyak sumber limbah di rumah sakit,limbah dari laboratorium paling perlu
diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium
tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahanitu
mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau
dinormalkansebelum ´dilempar´ menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen
misalnya, ada cairantertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya.
Setelah bahan ini digunakan.limbahnya dibuang.Banyak pihak yang menyadari
tentang bahaya ini. Namun, lemahnya peraturan pemerintah tentang
pengelolaan limbah rumah sakit mengakibatkan hingga saat ini hanya sedikitrumah
sakit yang memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) khusus pengolahan
limbahcairnya.
B. Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Kegiatan
rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat
dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.
Sebagaimana
termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan,
bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan
kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan
penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat (Siregar, 2001).
Upaya
perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara,
yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan
ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan
juga perlu diberi perhatian khusus (Said dan Ineza, 2002).
Rumah
sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan
kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan tenaga
kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit berupa
kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa
(Said dan Ineza, 2002).
Kegiatan
rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat
dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.
Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit
(termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) :
1. Pemrakarsa atau penanggung jawab
rumah sakit.
2. Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
3. Para ahli, pakar dan lembaga yang
dapat memberikan saran-saran.
4. Para pengusaha dan swasta yang dapat
menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.
Upaya
pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat
lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan
kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di
lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan
Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit.
Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi
dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun
harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan
lagi (Barlin, 1995).
C. Peranan Rumah Sakit Dalam
Pengelolaan Limbah
Rumah
sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat
darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan
hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam
menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
Limbah
yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu
limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan
Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit
untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit
dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para
petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran
udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran
tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak
besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap
warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha
dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan penyakitpencegahan dan
penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan
kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003). Usaha
peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus,
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha
pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun
cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara
lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :
a. Proses pengelolaan limbah padat
rumah sakit.
b. Proses mencegah pencemaran makanan
di rumah sakit.
Sarana
pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi menerima
limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui
instalasi saluran pembuangan dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran
pembuangan di luar gedung menuju instalasi pengolahan buangan cair. Dari
instalasi limbah, cairan yang sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke
perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah
padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain
sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya
sehingga kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit
dapat terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah
sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996).
D. Pengolahan
Limbah Cair
1. Pengertian,
Tujuan dan Kegunaan
Air limbah adalah air yang bercampur zat-zat padat (Disolved dan
suspended) yang berasal dari pembuangan kegiatan rumah tangga, pertanian,
perdagangan dan industri (Djabuudin, dkk, 1990/1999, h:9). Tujuan utama pengolahan
air limbah adalah mengurangi BOD, partikel bercampur serta membunuh organisme
pathogen. Selain itu diperlukan juga tambahan pengolahan untuk menghilangkan
bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan
agar kosentrasi yang ada menjadi rendah. Untuk
itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan tersebut dapat dikurangi.
2.
Sarana
yang digunakan dalam proses pengolahan limbah di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
adalah:
a. Bak
penampung limbah sementara
Bak ini
berfungsi untuk mengumpulkan/menampung limbah sementara dan selanjutnya
dipompakan ke jaringan perpipaan terdekat untuk dialirkan ke sentral pengolahan
limbah cair. Bak ini dibuat karena
sumber limbah berada di bawah jaringan perpipaanlimbah.
b.
Penggelontoran
jaringan perpipaan limbah cair:
Ada 2
sistem :
1)
Sistem
kran langsung (tekanan gravitasi)
2) Sistem
sifon dengan bak penggelontor
Berfungsi
untuk menggelontor sampah padat/endapan pasir yang memungkinkan akan menyumbat
aliran air dalam jaringan perpipaan bila terjadi penumpukan di dalam pipa
jaringan limbah cair.
c. Bak
penangkap lemak
Bak ini berfungsi untuk memisahkan sisa-sisa makanan,
lemak maupun sisa bahan makanan yang terbawa dalam limbah cair sebelum dialirkan
ke sentral pengolahan limbah.
d. Jaringan
perpipaan limbah cair
Merupakan jaringan perpipaan tertutup yang dilengkapi
dengan bak kontrol pada setiap titik pertemuan, belokan maupun penyambungan
control dengan tiap unit gedung. Jaringan perpipaan ini akan mengalirkan limbah
cair dari sumber ke sentral pengolahan limbah cair secara gravitasi.
e. Saringan/sargen
Saringan ini berfungsi untuk menyaring apabila masih ada
limbah padat dan mengendapkan benda-benda padat / pasir dan sejenisnya yang
terikat dalam limbah cair.
f. Sentral
pengolahan limbah cair
Suatu
rangkaian unit pengolahan yang mengolah limbah cair dari bermacam-macam sumber dan jenis limbah
cair yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakituntuk diproses secara fisika dan
biologi dengan metode lumpur aktif sebelum dibuang ke badan air / lingkungan.
1) Bak
penampung pasir
Bak ini berfungsi untuk mengendapkan pasir untuk
benda-benda padat lain yang terkandung dalam air limbah.
2) Bak
equalisasi
Bak ini berfungsi untuk mencampur komposisi limbah dari
fisik, kimia, biologi dan debit air agar stabil dan agar tidak terpengaruh
buruk di bak pengolahan selanjutnya. Dari bak equalisasi, lebih dialirkan ke
bak aerasi dengan pompa.
3) Bak
aerasi
Bak aerasi terdiri dari 3 bak yaitu bak aerasi I, II, dan
III yang dialirkan dari bak aerasi I sampai bak aerasi III secara gravitasi.
Pada bak aerasi ada penambahan O2 dengan menggunakan dua buah blower, yang
beroperasi secara bergantian secara otomatis. Metode pengolahan pada bak aerasi
yaitu menggunakan bantuan mikroorganisme aerob. Tujuan dari bak aerasi adalah
mendegradasikan limbah cair, secara aerob, sehingga menghasilkan flok-flok yang
akan menjadi lumpur.
4) Bak
sedimentasi
Bak sedimentasi ini berfungsi untuk mengendapkan
flok-flok yang telah menjadi lumpur. Endapan lumpur yang dihasilkan dialirkan
ke bak lumpur.
Untuk jalan Lumpur ada 2 macam, yaitu masuk ke :
1. Drying
bed dan belt
press
Dikeringkan
untuk pupuk
2. Bak
aerasi
Dialirkan ke bak aerasi pada saat recycle untuk
menambah bakteri dan nutrient untuk proses bio degradasi dari bak aerasi.
5) Bak
Lumpur aktif
Bak ini berfungsi untuk menampung Lumpur aktif sebelum
dialirkan ke pengeringan lumpur pada umur 5-10 hari dan sebelum dialirkan ke
bak aerasi.
6) Bak
sedimentasi sekunder II / Thomson
Pada bak ini dilakukan penambahan tawas dan kapur untuk
menurunkan kadar phospat pada air limbah.
7)
Bak uji
Biologis I dan II
Bak ini berfungsi untuk mengetahui pengaruh air limbah
setelah diberi tawas dan kapur terhadap hewan aquatik.
8) Bak
kelok utama / kontak khlor
Pada bak ini diberi penambahan khlor 70% dalam bentuk
kaporit yang diencerkan. Khlor ini berfungsi membunuh bakteri pathogen pada air
limbah sebelum dialirkan ke badan air serta menghilangkan bau air limbah.
9) Bak
filter multimedia (sand filter dan carbon filter)
Pada bak ini menggunakan media karbon aktif, pasir kuarsa dan koral yang berfungsi untuk
menyaring partikel-partikel yang belum tersaring dan juga untuk menurunkan
kadar khlor dalam air limbah.
10) Bak uji
biologi III
Bak ini
berfungsi untuk menurunkan kadar khlor sampai standar yang ditentukan yaitu 0,1
– 1,0 ppm dan untuk mengetahui pengaruh antara lain terhadap hewan aquatik
setelah penambahan desinfektan khlor.
11) Drying
bed dan Belt
press
Bak ini berfungsi untuk menampung lumpur yang sudah tidak
dipakai untuk dikeringkan dan dijadikan pupuk.
3. Komposisi
LCRS
Sesuai
dengan sumber penghasil LCRS, komposisi sangat bervariasi dari setiap sumber
dan setiap saat, secara garis besar zat-zat yang terdapat dalam limbah cair
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Air 99,9% Bahan
padat 0,1%
An
organik 30% Organik 70%
- butiran
/ grit - Protein (65%)
- garam - KH (25%)
- metal - Lemak (10%)
E. Potensi Pencemaran Limbah Rumah
Sakit
Dalam
profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS
di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap
100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2
Kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8
liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi
sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa
limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi
sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah
sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa
besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan
kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996). Rumah sakit
menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahyakan
kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 -
0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996).
Sementara
itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada 23 rumah
sakit (RS) yang tidak mengindahkan surat peringatan mengenai keharusan memiliki
instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Berdasarkan data dari Badan Pengelola
Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah
sakit yang ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan
bekerja dengan baik. Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa
rumah sakit IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data
tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki
incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah
sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut
Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang
mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga
bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkannya surat edaran akhir September 2005
lalu, hanya tiga rumah sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya,
limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola
dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan
limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan
nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.
Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah
nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi,
limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium. Pasalnya, tangki pembuangan seperti
itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan
limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki
pembuangan seperti itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi
Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah
rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah
sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan
Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan
benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL, juga harus
memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan
limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus di bakar di
incinerator. Persoalannya, harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak
semua rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk, 1996).
Beberapa
hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab
tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit
antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan
lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari
kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya
pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk
menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa
yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang
dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah,
mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah
berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau
guna ulang). Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian
terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non
B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan
karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi
pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak
gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).
F. Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan
Limbah
rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan
kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka
diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya
manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang
ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit,
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit
dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter
BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas
sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah
tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia
beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke
lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang
kurang memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan,
serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said,
1999).
Pembuangan
limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan
memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis
kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum
pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai
dan trauma (injury). jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian
berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah
dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit
resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi
infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu
diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut
ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang
diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.
b. Limbah Patologi
Limbah
ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari
unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik
Limbah
ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak
berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah
tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut
dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur
Limbah
ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa,
kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun
pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif
Walaupun
limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit,
pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.
G. Pencegahan Pengolahan Limbah Pada Pelayanan
Kesehatan
Pengolahan
limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya
limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia
atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus
dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan
ke lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya
pemanfaatan limbah (Shahib, 1999). Program minimisasi limbah di Indonesia baru
mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang tujuannya
untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyainilai
ekonomi (Shahib, 1999).
Berbagai
upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang
terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi
limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan
limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi
pada sumbemya (source reduction) (Hananto, 1999).
Reduksi
limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali
karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya
limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah
upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang
akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal
ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta
mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto,
1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah
(Arthono, 2000) :
House
Keeping yang
baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan
dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani
limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
Segregasi
aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis
komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi
volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
Pelaksanaan
preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat
menurut waktu yang telah dijadwalkan.
Pengelolaan
bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu
cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan
sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar
tetap rapi dan terkontrol. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik:
sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan
efisiensi. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses
kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang
cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau
penggantian sebagian unitnya.
Kebijakan
kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit
harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di
tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :
a. Bangsal harus memiliki dua macam
tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk
bukan klinik.
b. Semua limbah dari kamar operasi
dianggap sebagai limbah klinik.
c. Limbah dari kantor, biasanya berupa
alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
d. Semua limbah yang keluar dari unit
patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum
dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan
dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal
berikut (Sundana, 2000) :
1. Pemisahan limbah
-
Limbah
harus dipisahkan dari sumbernya
-
Semua
limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
Perlu
digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke
mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara,
kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung
kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan
mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian
ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain
2. Penyimpanan limbah
a. Kantung-kantung dengan warna harus
dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi
label yang jelas
b. Kantung harus diangkut dengan
memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan
diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
c. Petugas pengumpul limbah harus
memastikan kantung-kantung dengan warna yang samatelah dijadikan satu dan
dikirim ke tempat yang sesuai
d. Kantung harus disimpan di
kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke
tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
a. Kantung-kantung dengan kode warna
hanya boleh diangkut bila telah ditutup
b. Kantung dipegang pada lehernya
c. Petugas harus mengenakan pakaian
pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan
(overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut
d. Jika terjadi kontaminasi diluar
kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang
kotor tersebut seisinya (double bagging)
e. Petugas diharuskan melapor jika
menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang
salah
f. Tidak ada seorang pun yang boleh
memasukkan tangannya kedalam kantung limbah
4. Pengangkutan limbah
Kantung
limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah
bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa
ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama
dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah
tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya
bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan
klorin.
5. Pembuangan limbah
Setelah
dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi),
jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur
sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Kemudian
mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding dengan
limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan
ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor)
yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :
a. Tidak berbau (terutania oleh gas H2S
dan Anioniak);
b. Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3
dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
c. Angka kuman. Ruang operasi : kurang
dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao gen (khususnya alpha streptococus
haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan
700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya
dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.
Rumah
sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri. insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 - 1500o C atau
lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan
untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh
penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal
dari rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa
keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan
klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti
dan Sulaiman, 2001).
Jika
fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur
dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut
(Djoko, 2001) :
a.
Menggali
lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
b.
Tebarkan
limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
c.
Tambahkan
lapisan kapur.
d.
Lapisan
limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5
meter dibawah permukaan tanah.
e.
Akhirnya
lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.
H. Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis
Limbah
cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakitumumnya banyak mengandung bakteri,
virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan
masyarakat sekitar rumah sakittersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di
rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan
aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan
inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum
"dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya,
ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah
bahan ini digunakan. limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002).
I. Teknologi Pengolahan Limbah
Teknologi
pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara
masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki
nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air
dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa
rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke
sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat
medis (Suparmin dkk, 2002).
Sedangkan insinerator, yang
menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat.
Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber
utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat
dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk,
2002). Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi
pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah
cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection
Agency (USEPA) pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan
untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain (Christiani,
2002).
a. Ozonisasi
Proses
ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi
atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari
Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan
proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang
dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan
ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998).
Dewasa
ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan
makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan
kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat
ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa
disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah
dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge
(Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai
macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis,
Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998).
Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel
mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi
oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang
terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi,
dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik
dan industri (Akers, 1993).
b. Ozonisasi Limbah cair rumah sakit
Limbah
cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet,
dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke
tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam
tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen
pada limbah cair (Harper, 1986).
Limbah
cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk
dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada
proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi
dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986).
Selanjutnya
dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi
proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada
proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif.
Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi
menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif
harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci.
Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan
aman ke sungai (Harper, 1986).
Ozon
akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal
bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh
melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan
oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida,
atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh
hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk
kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa
organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen
yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan
didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal
berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam
proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan
menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi
senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam
limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi
proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh
permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh,
proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau
didaur ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986).
Dalam
aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau
hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah
hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi
senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa
kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya
sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%.
Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya
dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah
yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga
cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson,
1986).
Kegiatan
rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu
berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa
pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik akan
memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien
ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada
masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah
sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring
limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan.
Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab
pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Limbah
cair adalah cairan yang dianggap tidak lagi bermanfaat bagi pengguna dandibuang
kembali ke lingkungan air.Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit
umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan
yang dapat membahayakan bagi kesehatanmasyarakat sekitar rumah sakit tersebut.
Pengaruh
limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapatmenimbulkan
berbagai masalah seperti :-
a. Gangguan kenyamanan dan estetika-
b. Kerusakan harta benda-
c. Gangguan/kerusakan tanaman dan
binatang-
d. Gangguan terhadap kesehatan manusia-
e. Gangguan genetik dan reproduksi
Pengolahan
limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasiatau bahaya
limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimiaatau
hayati. Salah satunya adalah proses Reduksi Limbah. Reduksi limbah pada
sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi,toksisitas dan tingkat
bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung
pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yaknimeningkatkan
efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah
dan pelaksanaannya relatif murah. Berikutnya, setelah tindakan preventif
diatas, maka dilanjutkan dengan tahap pengolahanlimbah cair Rumah Sakit dengan
menggunakan teknik ozonisasi. Salah satu metodesterilisasi limbah cair rumah
sakit yang direkomendasikan United States EnvironmentalProtection Agency
(U.S.EPA) tahun 1999.
Limbah
cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet,
danlain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke
tangkireaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam
tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh
bakteri patogen pada limbahcair.
Dalam
aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet
atauhidrogen peroksida. Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan
mudah hidroksilradikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi
senyawa organik.
Teknologioksidasi
ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air,
tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat
diminimalisasi hinggamendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini
dapat pihak rumah sakit tidak hanyadapat mengolah limbahnya tapi juga akan
dapat menggunakan kembali air limbah yang telahterproses (daur ulang). Teknologi
ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan
tempat instalasi yang luas.
B. Saran
1. Sebaiknya rumah sakit mengelola
limbahnya terutama limbah cair dengan benar.Karena pengelolaan yang tidak tepat
dapat menimbulkan berbagai macam kerugian.2.
2. Rumah sakit sebaiknya memiliki
tempat pembuangan sendiri. Sehingga tidak dibuangdi sembarangan tempat yang
dapat memberikan dampak negatif pada lingkungansekitar masyarakat.3.
3. Rumah sakit hendaknya memilih sistem
pengelolaan limbah cair yang baik dan sesuaidengan lingkungan agar tercipta
keseimbangan antara host, agent, dan lingkungansekitar rumah sakit.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustiani E, Slamet A, Winarni D
(1998). Penambahan PAC pada proses lumpur aktif untuk pengolahan air limbah
rumah sakit: laporan penelitian. Surabaya: Fakultas Teknik IndustriInstitut
Teknologi Sepuluh Nopember
Agustiani E, Slamet A, Rahayu DW
(2000). Penambahan powdered activated carbon (PAC) pada proses lumpur aktif
untuk pengolahan air limbah rumah sakit. Majalah IPTEK: jurnal ilmu
pengetahuan alam dan teknologi : 11 (1): 30-8
Akers (1993). Paperboard
hospital waste container. United States Patent : 5,240,176 Arthono A (2000). Perencanaan
pengolahan limbah cair untuk rumah sakit dengan metode lumpur aktif. Media
ISTA : 3 (2) 2000: 15-8 Barlin (1995). Analisis dan evaluasi hukum tentang
pencemaran akibat limbah rumah sakit Jakarta :Badan Pembinaan Hukum Nasional
Berlanga B (1998). Process,
formula and installation for the treatment and sterilization of biological, solid,
liquid, ferrous metallic, non-ferrous metallic, toxic and dangerous
hospitalwaste material. United States Patent : 5,820,541
Christiani (2002). Pemanfaatan
substrat padat untuk imobilisasi sel lumpur aktif pada pengolahan limbah cair
rumah sakit. Buletin Keslingmas
Djoko S (2001). Pengelolaan
limbah rumah sakit. Sipil Soepra : jurnal sipil 3(8): 91-9
Giyatmi (2003). Efektivitas
pengolahan limbah cair rumah sakitDokter Sardjito Yogyakarta terhadap
pencemaran radioaktif. Yogyakarta : Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada
Hananto WM (1999).
Mikroorganisme patogen limbah cair rumah sakitdan dampak kesehatan yang
ditimbulkannya. Bul Keslingmas : 18 (70) 1999: 37-44
Harper (1986). Hospital waste
disposal system. United States Patent : 4,619,409
Haryanto (2001). Analisis
senyawa-senyawa kimia limbah cair rumah sakit Kodya Jambi. Percikan : 31
(Mei): 54-9
Karmana O, Nurzaman M, Sanusi S
(2003). Pengaruh limbah padat rumah sakit hasil insinerasi dan pupuk NPK
bagi pertumbuhan tanaman bayam (Amaranthus sp) var. Gitihijau : laporan
penelitian. Bandung : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas
Padjadjaran
Rostiyanti SF, Sulaiman F
(2001). Studi pemeliharaan bangunan pengolahan air limbah dan incinerator pada
rumah sakit di Jakarta. Jurnal Kajian Teknologi : 3 (2): 113-23